"Siapapun bisa marah. Marah itu mudah.
Tetapi, marah pada orang yang tepat,
dengan kadar yang sesuai, pada waktu
yang tepat, demi tujuan yang benar, dan
dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah."
-- Aristoteles, The Nicomachean Ethics.
Mampu menguasai emosi, seringkali orang
menganggap remeh pada masalah ini.
Padahal, kecerdasan otak saja tidak
cukup menghantarkan seseorang mencapai
kesuksesan.
Tetapi, marah pada orang yang tepat,
dengan kadar yang sesuai, pada waktu
yang tepat, demi tujuan yang benar, dan
dengan cara yg baik, bukanlah hal mudah."
-- Aristoteles, The Nicomachean Ethics.
Mampu menguasai emosi, seringkali orang
menganggap remeh pada masalah ini.
Padahal, kecerdasan otak saja tidak
cukup menghantarkan seseorang mencapai
kesuksesan.
Justru, pengendalian emosi yang baik menjadi faktor penting penentu kesuksesan hidup seseorang. Kecerdasan emosi adalah sebuah gambaran mental dari seseorang yang cerdas dalam menganalisa, merencanakan dan menyelesaikan masalah, mulai dari yang ringan hingga kompleks.
Dengan kecerdasan ini, seseorang bisa memahami, mengenal, dan memilih kualitas mereka sebagai insan manusia. Orang yang memiliki kecerdasan emosi bisa memahami orang lain dengan baik dan membuat keputusan dengan bijak.
Lebih dari itu, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan apa yang ia pelajari tentang kebahagiaan, mencintai dan berinteraksi dengan sesamanya.
Ia pun tahu tujuan hidupnya, dan akan bertanggung jawab dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya sebagai bukti tingginya kecerdasan emosi yang dimilikinya.
Kecerdasan emosi lebih terfokus pada pencapaian kesuksesan hidup yang *tidak tampak*. Kesuksesan bisa tercapai ketika seseorang bisa membuat kesepakatan dengan melibatkan emosi, perasaan dan interaksi dengan sesamanya. Terbukti, pencapaian kesuksesan secara materi tidak menjamin kepuasan hati seseorang.
Di tahun 1990, Kecerdasan Emosi (yang juga dikenal dengan sebutan "EQ"), dikenalkan melalui pasar dunia.
Dinyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengatasi dan menggunakan emosi secara tepat dalam setiap bentuk interaksi lebih dibutuhkan daripada kecerdasan otak (IQ) seseorang.
Dengan kecerdasan ini, seseorang bisa memahami, mengenal, dan memilih kualitas mereka sebagai insan manusia. Orang yang memiliki kecerdasan emosi bisa memahami orang lain dengan baik dan membuat keputusan dengan bijak.
Lebih dari itu, kecerdasan ini terkait erat dengan bagaimana seseorang dapat mengaplikasikan apa yang ia pelajari tentang kebahagiaan, mencintai dan berinteraksi dengan sesamanya.
Ia pun tahu tujuan hidupnya, dan akan bertanggung jawab dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya sebagai bukti tingginya kecerdasan emosi yang dimilikinya.
Kecerdasan emosi lebih terfokus pada pencapaian kesuksesan hidup yang *tidak tampak*. Kesuksesan bisa tercapai ketika seseorang bisa membuat kesepakatan dengan melibatkan emosi, perasaan dan interaksi dengan sesamanya. Terbukti, pencapaian kesuksesan secara materi tidak menjamin kepuasan hati seseorang.
Di tahun 1990, Kecerdasan Emosi (yang juga dikenal dengan sebutan "EQ"), dikenalkan melalui pasar dunia.
Dinyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk mengatasi dan menggunakan emosi secara tepat dalam setiap bentuk interaksi lebih dibutuhkan daripada kecerdasan otak (IQ) seseorang.
Sekarang, mari kita lihat, bagaimana emosi bisa mengubah segala keterbatasan menjadi hal yang luar biasa....
Seorang miliuner kaya di Amerika Serikat, Donald Trump, adalah contoh apik dalam hal ini. Di tahun 1980 hingga 1990, Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang cukup sukses, dengan kekayaan pribadi yang
diperkirakan sebesar satu miliar US dollar.
Dua buku berhasil ditulis pada puncak karirnya, yaitu "The Art of The Deal dan Surviving at the Top". Namun jalan yang dilalui Trump tidak selalu mulus...
Fajar ingat depresi yang melanda dunia di akhir tahun 1990? Pada saat itu harga saham properti pun ikut anjlok dengan drastis. Hingga dalam waktu semalam, kehidupan Trump menjadi sangat berkebalikan. Trump yang sangat tergantung pada bisnis propertinya ini harus menanggung hutang sebesar 900 juta US Dollar! Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi kebangkrutannya.
Beberapa temannya yang mengalami nasib serupa berpikir bahwa inilah akhir kehidupan mereka, hingga benar-benar mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Di sini kecerdasan emosi Trump benar-benar diuji. Bagaimana tidak, ketika ia mengharap simpati dari mantan
istrinya, ia justru diminta memberikan semua harta yang tersisa sebagai ganti rugi perceraian mereka.
Orang-orang yang dianggap sebagai teman dekatnya pun pergi meninggalkannya begitu saja. Alasan yang sangat mendukung bagi Trump untuk putus asa dan menyerah pada hidup. Namun itu tidak dilakukannya.
Trump justru memandang bahwa ini kesempatan untuk bekerja dan mengubah keadaan. Meski secara finansial ia telah kehilangan segalanya, namun ada "intangible asset" yang tetap dimilikinya.
Ya, Trump memiliki pengalaman dan pemahaman bisnis yang kuat, yang jauh lebih berharga dari semua hartanya yang pernah ada!
Apa yang terjadi selanjutnya?
Fantastis, enam bulan kemudian Trump sudah berhasil membuat kesepakatan terbesar dalam sejarah bisnisnya. Tiga tahun berikutnya, Trump mampu mendapat keuntungan sebesar US$3 Milliar. Ia pun berhasil menulis kembali buku terbarunya yang diberi judul "The Art of The Comeback". Dalam bukunya ini Trump bercerita bagaimana kebangkrutan yang menimpanya justru menjadikannya lebih bijaksana, kuat dan fokus daripada sebelumnya.Bahkan ia berpikir, jika saja musibah itu tidak terjadi, maka ia tidak akan pernah tahu teman sejatinya dan tidak akan menjadikannya lebih kaya dari yang sebelumnya. Luar biasa bukan? :-)
Kecerdasan Emosi memberikan seseorang keteguhan untuk bangkit dari kegagalan, juga mendatangkan kekuatan pada seseorang untuk berani menghadapi ketakutan. Tidak sama halnya seperti kecerdasan otak atau IQ, kecerdasan emosi hadir pada setiap org & bisa dikembangkan.
Berikut beberapa tips bagaimana cara
mengasah kecerdasan emosi:
1. Selalu hidup dengan keberanian.
Latihan dan berani mencoba hal-hal baru
akan memberikan beragam pengalaman dan
membuka pikiran dengan berbagai
kemungkinan lain dalam hidup.
2. Selalu bertanggung jawab dalam
segala hal.
Ini akan menjadi jalan untuk bisa
mendapatkan kepercayaan orang lain dan
mengendalikan kita untuk tidak mudah
menyerah. "being accountable is being
dependable"
3. Berani keluar dari zona nyaman.
Mencoba keluar dari zona nyaman akan
membuat kita bisa mengeksplorasi banyak
hal.
4. Mengenali rasa takut dan mencoba
untuk menghadapinya.
Melakukan hal ini akan membangun rasa
percaya diri dan dapat menjadi jaminan
bahwa segala sesuatu pasti ada
solusinya.
5. Bersikap rendah hati.
Mau mengakui kesalahan dalam hidup
justru dapat meningkatkan harga diri
kita.
Seorang miliuner kaya di Amerika Serikat, Donald Trump, adalah contoh apik dalam hal ini. Di tahun 1980 hingga 1990, Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang cukup sukses, dengan kekayaan pribadi yang
diperkirakan sebesar satu miliar US dollar.
Dua buku berhasil ditulis pada puncak karirnya, yaitu "The Art of The Deal dan Surviving at the Top". Namun jalan yang dilalui Trump tidak selalu mulus...
Fajar ingat depresi yang melanda dunia di akhir tahun 1990? Pada saat itu harga saham properti pun ikut anjlok dengan drastis. Hingga dalam waktu semalam, kehidupan Trump menjadi sangat berkebalikan. Trump yang sangat tergantung pada bisnis propertinya ini harus menanggung hutang sebesar 900 juta US Dollar! Bahkan Bank Dunia sudah memprediksi kebangkrutannya.
Beberapa temannya yang mengalami nasib serupa berpikir bahwa inilah akhir kehidupan mereka, hingga benar-benar mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Di sini kecerdasan emosi Trump benar-benar diuji. Bagaimana tidak, ketika ia mengharap simpati dari mantan
istrinya, ia justru diminta memberikan semua harta yang tersisa sebagai ganti rugi perceraian mereka.
Orang-orang yang dianggap sebagai teman dekatnya pun pergi meninggalkannya begitu saja. Alasan yang sangat mendukung bagi Trump untuk putus asa dan menyerah pada hidup. Namun itu tidak dilakukannya.
Trump justru memandang bahwa ini kesempatan untuk bekerja dan mengubah keadaan. Meski secara finansial ia telah kehilangan segalanya, namun ada "intangible asset" yang tetap dimilikinya.
Ya, Trump memiliki pengalaman dan pemahaman bisnis yang kuat, yang jauh lebih berharga dari semua hartanya yang pernah ada!
Apa yang terjadi selanjutnya?
Fantastis, enam bulan kemudian Trump sudah berhasil membuat kesepakatan terbesar dalam sejarah bisnisnya. Tiga tahun berikutnya, Trump mampu mendapat keuntungan sebesar US$3 Milliar. Ia pun berhasil menulis kembali buku terbarunya yang diberi judul "The Art of The Comeback". Dalam bukunya ini Trump bercerita bagaimana kebangkrutan yang menimpanya justru menjadikannya lebih bijaksana, kuat dan fokus daripada sebelumnya.Bahkan ia berpikir, jika saja musibah itu tidak terjadi, maka ia tidak akan pernah tahu teman sejatinya dan tidak akan menjadikannya lebih kaya dari yang sebelumnya. Luar biasa bukan? :-)
Kecerdasan Emosi memberikan seseorang keteguhan untuk bangkit dari kegagalan, juga mendatangkan kekuatan pada seseorang untuk berani menghadapi ketakutan. Tidak sama halnya seperti kecerdasan otak atau IQ, kecerdasan emosi hadir pada setiap org & bisa dikembangkan.
Berikut beberapa tips bagaimana cara
mengasah kecerdasan emosi:
1. Selalu hidup dengan keberanian.
Latihan dan berani mencoba hal-hal baru
akan memberikan beragam pengalaman dan
membuka pikiran dengan berbagai
kemungkinan lain dalam hidup.
2. Selalu bertanggung jawab dalam
segala hal.
Ini akan menjadi jalan untuk bisa
mendapatkan kepercayaan orang lain dan
mengendalikan kita untuk tidak mudah
menyerah. "being accountable is being
dependable"
3. Berani keluar dari zona nyaman.
Mencoba keluar dari zona nyaman akan
membuat kita bisa mengeksplorasi banyak
hal.
4. Mengenali rasa takut dan mencoba
untuk menghadapinya.
Melakukan hal ini akan membangun rasa
percaya diri dan dapat menjadi jaminan
bahwa segala sesuatu pasti ada
solusinya.
5. Bersikap rendah hati.
Mau mengakui kesalahan dalam hidup
justru dapat meningkatkan harga diri
kita.
0 komentar: